BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Aliran Murji’ah merupakan salah satu aliran yang dipelajari dalam Teologi Islam.
Munculnya
aliran ini dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khalifah
(kekhalifahan). Setelah terbunuhnya khalifah Usman ibn Affan, umat Islam
terpecah kedalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah. Kelompok
Ali lalu terpecah pula kedalam dua golongan yaitu golongan yang setia membela
Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar dari barisan Ali (disebut
Khawarij). Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan
Khawarij dalam merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk dinasti
Umaiyah. Syiah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. Syiah
menentang Mu’awiyah karena menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya
milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah
karena ia dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga
golongan tersebut, terjadi ditengah-tengah suasana pertikaian ini, muncul
sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan
politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi golongan
“Murji’ah”.
BACA SELENGKAPNYA>>>>>>>>>
BAB II
ASAL USUL ALIRAN MURJI’AH
Asal usul kemunculan kelompok Murji’ah dapat dibagi menjadi 2 sebab yaitu:
1. Permasalahan Politik
Ketika terjadi
pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas
usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah
menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan
dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh
karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar, dan
pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar yang lain.
Seperti yang
telah disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin
Abi thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan
ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah
keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam
islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Tuhan.
Gagasan irja’ atau arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan menghindari sekatrianisme.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Tuhan.
Gagasan irja’ atau arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan menghindari sekatrianisme.
2. Permasalahan Ke-Tuhanan
Dari permasalahan
politik, mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan ketuhanan (teologi)
yaitu persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak mau
menjadi perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij
menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang membuat dosa besar, kaum Murji’ah
menjatuhkan hukum mukmin.
Pendapat
penjatuhan hukum kafir pada orang yang melakukan dosa besar oleh kaum Khawarij
ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Mur’jiah yang mengatakan
bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya
diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.
Aliran Murji’ah
menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa
tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan
iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di
anggap mukmindi hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar besar itu
dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
sebagai Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa
besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari
iman. Oleh karena itu, orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan
golongan ini dapat dilihat terlihat dari kataMurji’ah itu sendiri yang berasal
dari kata arja’a yang berarti orang yang menangguhkan, mengakhirkan dan
memberikan pengaharapan. Menangguhkan berarti bahwa mereka menunda soal siksaan
seseorang di tangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan ia akan langsung
masuk surga, sedangkan jika tidak, maka ia akan disiksa sesuai dengan dosanya,
setelah ia akan dimasukkan ke dalam surga. Dan mengakhirkan dimaksudkan karena
mereka memandang bahan perbuatan atau amal sebagai hal yang nomor dua bukan
yang pertama. Selanjutnya kata menangguhkan, dimaksudkan karena mereka
menangguhkan keputusan hukum bagi orang-orang yang melakukan dosa di hadapan
Tuhan.
Disamping itu ada
juga pendapat yang mengatakan bahwa nama Murji’ah yang diberikan pada golongan
ini, bukan karena mereka menundakan penentuan hukum terhadap orang islam yang
berdosa besar kepada Allah di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena
mereka memandang perbuatan mengambil tempat kedua dari iman, tetapi karena
mereka memberi pengaharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.
Golongan Murji’ah
berpendapat bahwa yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman
dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman berarti dia tetap mukmin, bukan
kafir, kendatipun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa besar itu
terserah kepada Tuhan, akan ia ampuni atau tidak. Pendapat ini menjadi doktrin
ajaran Murji’ah.
Nama Murji’ah diambil dari irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penengguhan, dan pengharapan. Kata Arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Alloh. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah, artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Nama Murji’ah diambil dari irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penengguhan, dan pengharapan. Kata Arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Alloh. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah, artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Pendapat lain
asal-usul atau timbulnya aliran Murji’ah adalah al-Irja’a yang mempunyai dua
arti, yaitu :
1.
At Taakhir, yang
artinya mengkemudiankan atau menunda. Pengertian ini menunjukkan bahwa aliran
Murji’ah menunda amal dari niat.
2.
I’thoarojaah,
maksudnya memberi pengharapan. Pengertian ini menunjukkan bahwa iman seseorang
itu tidak rusak karena perbuatan dosa, begitu pula perbuatan kafir tidak
merusak ketaatan.
BAB III
SEKTE-SEKTE ALIRAN
MURJI’AH
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan penadapat di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah.
Pada umunmnya
kaum Murji’ah di golongkan menjadi dua golongan besar, yaitu Golongan Moderat
dan golongan Ekstrim.
a. Golongan Moderat
Tokoh-tokoh
kelompok moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah
(Imam Hanafi), Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits. Golongan moderat berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka.
Tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya,
dan ada kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu
tidak akan masuk neraka sama sekali.
Golongan Murji’ah
yang moderat ini termasuk Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn ’Ali bin Abi Thalib, Abu
Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadits. Menurut golongan ini, bahwa orang
islam yang berdosa besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah
memberikan definisi iman sebagai berikut: iman adalah pengetahuan dan pengakuan
adanya Tuhan, Rasul-rasul-Nya dan tentang segala yang datang dari Tuhan dalam
keseluruhan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang,
tidak ada perbedaan manusia dalam hal iman.
Dengan gambaran
serupa itu, maka iman semua orang islam di anggap sama, tidak ada perbedaan
antara iman orang islam yang berdosa besar dan iman orang islam yang patuh
menjalankan perintah-perinyah Allah. Jalan pikiran yang dikemukakan oleh Abu
Hanifah itu dapat membawa kesimpulan bahwa perbuatan kurang penting
dibandingkan dengan iman.
b. Golongan Murji’ah Ekstrim
Adapun yang
termasuk ke dalam kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah,
Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah dan Al-Hasaniyah, Al-Ghailaniyah, As-Saubaniyah,
Al-Marisiyah, dan Al-Karamiyah. Pandangan tiap kelompok ini dapat dijelaskan
sebagi berikut:
• Kelompok Al-Jahmiyah
Adapun
golongan Murji’ah ekstrim adalah Jahm bin
Safwan dan pengikutnya disebut al-Jahmiah. Golongan ini berpendapat bahwa
orang Islam yang percaya pada Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara
lisan, tidaklah menjadi kafir, karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam
bagian tubuh manusia tetapi dalam hati sanubari. Lebih lanjut mereka mengatakan
bahwa orang yang telah menyatakan iman, meskipun menyembah berhala,
melaksanakan ajaran-ajaran agama Yahudi degan menyembah berhala atau Kristen
dengan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati,
tidaklah menjadi kafir, melainkan tetap mukmin dalam pandangan Allah. Dan orang
yang demikian bagi Allah merupakan mukmin yang sempurna imannya.
• Kelompok Ash-Shalihiyah
Bagi
kelompok pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi iman adalah megetahui Tuhan danKufr
adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian bahwa mereka sembahyang tidaklah
ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam
arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah
melainkan sekedar mengamabrkan kepatuhan.
• Kelompok Al-Yunusiyah
Kaum
Yunusiyah yaitu pengikut- pengikut Yunus ibnu ’Aun an Numairi berpendapat bahwa
”iman” itu adalah mengenai Allah, dan menundukkan diri padanya dan mencintainya
sepenuh hati. Apabila sifat-sifat tersebut sudah terkumpul pada diri seseorang,
maka dia adalah mukmin. Adapun sifat-sifat lainnya, seperti “taat” misalnya,
bukanlah termasuk iman, dan orang yang meninggalkan bukanlah iman, dan orang
yang meninggalkan ketaatan tidak akan disiksa karenanya, asalkan saja imannya
itu benar-benar murni dan keyakinannya itu betul- betul benar.
• Kelompok Al-Ubaidiyah
Al-Ubaidiyah
di pelopori oleh Ubaid Al-Muktaib. Pada dasarnya pendapat mereka sama dengan
sekte Al-Yunusiyah. Melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau
perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan
perbuatan- perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang
bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan
jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik
(politheist).
• Kelompok Al-Hasaniyah
Kelompok
ini mengatakan bahwa, ”saya tahu tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak
tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,” maka orang tersebut
tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan ”saya tahu Tuhan
mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India
atau di tempat lain”, orang yang demikian juga tetap mukmin.
• Al-Ghailaniyah
Al-Ghailaniyah di pelopori oleh Ghailan Ad-Dimasyqi. Menurut mereka, iman adalah ma’rifat kepada Allah SWT melalui nalar dan menunjukkan sikap mahabah dan tunduk kepada-Nya.
• As-Saubaniyah
As-Saubaniyah
yang dipimpin oleh Abu Sauban mempunyai prinsip ajaran yang sama dengan paham
Al-Ghailaniyah. Hanya mereka menambahkan bahwa yang termasuk iman adalah
mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajib dikerjakan. Berarti,
kelompok ini mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui akal
sebelum datangnya syari’at.
• Al-Marisiyah
Al-Marisiyah
di pelopori oleh Bisyar Al-Marisi. Menurut paham ini, iman disamping meyakini
dalam hati bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW itu rasul-Nya,
juga harus di ucapkan secara lisan. Jika tidak di yakini dalam hati dan diucapkan
dengan lisan, maka bukan iman namanya. Adapun kufur merupakan kebalikan dari
iman.
• Al-Karamiyah
Al-Karamiyah
yang perintisnya adalah Muhammad bin Karram mempunyai pendapat bahwa iman
adalah pengakuan secara lisan dan kufur adalah pengingkaran secara lisan.
Mukmin dan kafirnya sesseorang dapat di ketahui melalui pengakuannya secara
lisan.
Sebagai aliran
yang berdiri sendiri, kelompok Murji’ah ekstrem sudah tidak didapati lagi
sekarang. Walaupun demikian, ajaran-ajarannya yang ekstrem itu masih didapati
pada sebagian umat Islam. Adapun ajaran-ajaran dari kelompok Murji’ah moderat,
terutama mengenai pelaku dosa-dosa besar serta pengertian iman dan kufur,
menjadi ajaran yang umum disepakati oleh umat Islam.
BAB IV
PAHAM-PAHAM ALIRAN MURJI’AH
Ajaran pokok Murji’ah
pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’at au arja’a yang
diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun persoalan
teologis. Dibidang politik, doktrinirja’ diimplementasikan dengan sikap politik
netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah
sebabnya, kelompokMurji’ah di kenal pula denganThe Queitists (kelompok
bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi jauh sehingga membuatMurji’ah selalu
diam dalam persoalan politik.
Secara umum kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut :
(menurut Abu A’la Al-Maududi)
Secara umum kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut :
(menurut Abu A’la Al-Maududi)
1. Iman
Adalah
cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasulnya saja. Adapun amal
atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagai adanya iman.
Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia
meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan
dosa besar.
2. Dasar keselamatan
Adalah
iman semata-mata. Selama masih ada iman dihati, maka setiap maksiat tidak akan
mendatangkanmudharat ataupun gangguan atas diri seseorang. Untuk mendapatkan
pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri syirik dan mati dalam
keadaan akidah tauhid.
Dengan
kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah
sepenting iman, yang kemudian menngkat pada pengertian bahwa, hanyalah imanlah
yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang;
perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam
hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain; selanjutnya
perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya.
Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti
mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada
dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman
seseorang.
Berkaitan dengan Murji’ah,
W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut:
a) Penangguhan keputusan Ali dan Mu’awiyah hingga Allah
memutuskannya di akhirat.
b) Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat
dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
c) Pemberian harapan (giving hope) terhadap orang muslim
yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d) Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran
(mazhab) para skeptis
dan empiris dari kalangan Helenis.
dan empiris dari kalangan Helenis.
Harun
Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok dalam doktrin teologi Murji’ah
yaitu :
a) Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah,
Amr bn Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ ary yang terlibattahkim dan menyerahkannya
kepada Allah di hari kiamat kelak.
b) Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim
yang berdosa besar
c)
Menyerahkan meletakkan
iman dari pada amal.
d) Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Pengaruh paham aliran Murji’ah di masyarakat
Paham aliran
murjiah di masyarakat juga ada baiknya, karena aliran ini sangat mementingkan
kehormatan, kebaikan tehadap sesama manusia. Disisi lain, aliran ini juga ada
negatifnya yaitu masalah keimanan seseorang. Karena menurut mereka iman
hanyalah meyakini dalam hati saja. Walaupun perbuatan-perbuatan yang dilakukan
melanggar syariat Islam, tetapi kalau hatinya iman, aliran tersebut masih
mengatakan orang itu mukmin.
Kelebihan
Dan Kekurangan Aliran Murji’ah
Kelebihan dari
aliran ini adalah golongan ini tidak akan memudaratkan perbuatan maksiat itu
terhadap keimanan. Demikian juga sebaliknya, “tidaklah akan memberi manfaat dan
memberi faedah ketaatan seseorang terhadap kekafirannya”. Artinya, tidaklah
akan berguna dan tidaklah akan diberi pahala perbuatan baik yang dilakukan oleh
orang kafir. Maka dari itu, mereka tidak mau mengkafirkan seseorang yang telah
masuk Islam, sebab golongan ini sagat mementingakan kewajiban sesama manusia.
Kekurangan aliran
ini adalah lebih mementingkan urusan dunia dari pada akhirat. Karena menurut
mereka, iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajib
dikerjakan. Berarti, kelompok ini mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang
dapat diketahui akal sebelum datangnya syariat.
Firman Allah SWT dalam surat Ar Ra’du ayat 28 :
الّذين
امنوا وتطمئنّ قلوبهم بذكر الله قلى الا بذكر الله تطمئنّ القلوب
Artinya :
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi
tenteram”.
Apabila seseorang
sudah mempercayai Allah SWT dan rasul-rasul-Nya dan segala sesuatu yang datang
dari Allah SWT, berarti ia mukmin meskipun ia menyatakan dalam perbuatannya
hal-hal yang bertentangan dengan imannya. Seperti berbuat dosa, menyembah
berhala, dan minum-minuman keras. Golongan ini juga meyakini bahwa surga dan
neraka itu tidak abadi, karena keabadian hanya bagi Allah SWT semata.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan diatas bahwa aliran Murji’ah yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman, berarti dia tetap mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak. Dan dikatakan Murji’ah karena ada sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah.
SARAN
Pada hakikatnya semua aliran tersebut tidaklah keluar dari Islam, tetapi tetap Islam. Dengan demikian tiap umat Islam bebas memilih salah satu aliran dari aliran-aliran teologi tersebut, yaitu mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini tidak ubahnya pula dengan kebebasan tiap orang Islam memilih madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan kecenderungannya. Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: “perbedaan paham dikalangan umatku membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar menjumpai dalamIslam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawaannya, dan kalau pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan rohaninya.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Abdeng Muchtar. 2005. Perkembangan Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia
http://muhsansyaif.wordpress.com/2011/03/25/aqidah-akhlak/
Nasution, Harun. 2010. Teologi Islam. Jakarta: UI-Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar